Murid : “Ada enam!”
Guru : “Sebutkan!”
Murid : “Wah ustadz…itukan pelajaran masih
kecil, kita semua sudah tahu tentang hal itu, jadi tidak perlu diulang lagi…”
Guru : “Ana hanya minta antum sebutkan saja
kalau antum benar sudah tahu…”
Murid : “Iman kepada Allah, malaikat2Nya,
kitab2Nya, Rasul2Nya, Hari Akhir, Takdir baik dan buruk.”
Guru : “Baiklah kalau antum sudah tahu.
Sekarang, apakah antum mengimani semua rukun iman tersebut secara keseluruhan?”
Murid : “Jelas dong ustadz…kalau tidak
mengimani salah satunya, bukan Muslim namanya…”
Guru : “Baiklah, sekarang kita perinci lagi…”
Murid : (???)
Guru : “Pembahasan pertama tentang Iman kepada
Allah. Iman kepada Allah ada berapa perkara?”
Murid : “Haah??? Emang ada pembagiannya lagi?”
Guru : “Ya ada. Katanya antum sudah tahu semua, itu kan
pelajaran masih kecil?!”
Murid : “Tapi ana belum pernah diajarin oleh guru2 ana terdahulu. Ana baru tahu sekarang kalau Iman kepada Allah masih memiliki pembagiannya lagi…Apakah itu bukan termasuk hal yang diada-adakan??”
Murid : “Tapi ana belum pernah diajarin oleh guru2 ana terdahulu. Ana baru tahu sekarang kalau Iman kepada Allah masih memiliki pembagiannya lagi…Apakah itu bukan termasuk hal yang diada-adakan??”
Guru : “Maksudnya?”
Murid : “Jangan-jangan pembagian Iman kepada
Allah menjadi beberapa rukun adalah bid’ah (perkara yang diada2kan), soalnya
guru2 ana belum pernah ngajarin ana tentang itu. Kalau bukan bid’ah mana dalil
shahih tentang pembagian tersebut??”
Guru : “Pembagian tersebut seperti halnya para
ulama menjelaskan bahwa Shalat itu ada pembagiannya juga, memiliki Rukun
Shalat, Syarat Shalat, Wajib Shalat, Sunnah Shalat, dan lainnya. Hal tersebut
dikumpulkan oleh para ulama setelah mereka melakukan penelitian, dan itu bukan
tergolong bid’ah. Jika pembagian tersebut adalah bid’ah, niscaya rukun Shalat
juga termasuk bid’ah?! Dan bukan berarti apa yang tidak diajarkan oleh guru
antum kepada antum itu adalah bid’ah. Apakah guru antum pernah mengajarkan ilmu
Mushthalahul Hadits kepada antum?”
Murid : “Belum pernah…”
Guru : “Kalau belum pernah, apakah ilmu
Mushthalahul Hadits itu adalah perkara bid’ah?”
Murid : “Bukan bid’ah.”
Guru : “Kalau bukan bid’ah, begitu juga
tentang pembagian iman kepada Allah bukanlah bid’ah.”
Murid : “Hmmm….Kalau begitu apa saja pembagian
dari Iman kepada Allah?”
Guru : “Iman kepada Allah memiliki 4 perkara.
Yang pertama adalah Iman kepada Wujud Allah. Dalilnya, Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman, yang artinya, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (QS. Ath-Thur:35).Apakah
antum mengimani bahwa Allah itu ada?”
Murid : “Ya. Ana mengimani kalau Allah itu
ada.”
Guru : “Untuk perkara pertama, antum selamat
insya Allah. Yang kedua adalah, Mengimani rububiyah Allah ta’ala (maksudnya
‘mengimani sepenuhnya bahwa Dialah satu-satunya Rab,‘Dzat yang menciptakan,
memiliki, serta mengatur semesta alam’. Jadi, tidak ada pencipta selain Allah,
tidak ada pemilik selain Allah, dan tidak ada yang bisa mengatur alam semesta,
menghidupkan, serta mematikan, selain Allah ta’ala). Allah berfirman, yang
artinya, “Ingatlah, menciptakan dan mengatur hanya milik Allah. Mahasuci Allah
… (QS. Al-A’raf:54). Apakah antum mengimani tingkatan kedua ini?”
Murid : “Iya, ana beriman kepada Rububiyah Allah.”
Guru : “Apakah antum percaya Nyi Roro Kidul?”
Murid : “Kalau orangtua saya yang orang Jogja
percaya kepada Nyi Roro Kidul.”
Guru : “Bagaimana dengan antum sendiri?”
Murid : “Orangtua saya mungkin lebih paham
daripada saya, jadi saya masih mengikuti orangtua saya.”
Guru : “Siapakah Nyi Roro Kidul? Antum tahu?”
Murid : “Katanya, dia adalah penguasa pantai
selatan.”
Guru : “Subhanallah (Maha SUci Allah)!!…Dalam
masalah ini antum telah salah. Secara tidak sadar, antum telah menyekutukan
Allah dalam masalah Rububiyah Allah, menyakini ada penguasa lain selain
Allah…wal iyadzubillah. Bertaubatlah dan ucapkan syahadat!”
Murid : (mengucapkan syahadat).
Guru : “Yang ketiga adalah Mengimani uluhiyah
Allah ta’ala (Artinya, mengimani dan mengamalkan konsekuensi bahwa Dialah
satu-satunya sesembahan yang berhak disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya).
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia; yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Baqarah:163).
Apakah antum mengimani Uluhiyah Allah?”
Allah ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia; yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Baqarah:163).
Apakah antum mengimani Uluhiyah Allah?”
Murid : “Iya, ana mengimaninya.”
Guru : “Apakah antum pernah memberikan sesajen
kepada Nyi Roro Kidul?”
Murid : “Pernah, tapi waktu itu ana hanya
ikut2an orangtua saja, memberikan sesajen ke pantai agar kami tidak terkena
musibah.”
Guru : “Subhanallah (Maha SUci Allah)!!…Dalam
masalah ini antum juga telah salah. Secara tidak sadar, antum telah
menyekutukan Allah dalam masalah Uluhiyah Allah, pernah beribadah dengan
memberikan sesajen dan meminta perlindungan kepada penguasa lain selain
Allah…wal iyadzubillah. Bertaubatlah dan ucapkan syahadat!”
Murid : (mengucapkan syahadat).
Guru : Dan tingkatan terakhir adalah Mengimani
Nama dan Shifat Allah ta’ala (maksudnya, Beriman kepada nama-nama dan
sifat-sifat Allah ta’ala adalah dengan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat
yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya dalam Alquran atau sunah Rasul-Nya,
sesuai dengan kebesaran-Nya, tanpa tahrif (penyelewengan), ta’thil
(penghapusan), takyif (menanyakan kaifiyahnya), dan tamtsil (penyerupaan)). Dia
juga berfirman, yang artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya,
dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura:11). Apakah
antum mengimani Nama dan Shifat Allah?”
Murid : “Iya, ana mengimaninya.”
Guru : “Kalau antum mengimaninya, dimanakah
Allah?”
Murid : “Allah ada dimana-mana.”
Guru : “Kalau Allah ada dimana-mana, berarti
Allah juga ada di dalam WC? di tempat sampah? Allah ada di Amerika? Allah ada
di Bekasi? di Bojonggede? Maha Suci Allah…
Murid : “Hmm…salah ya? berarti Allah itu tidak
dimana-mana, Allah itu tanpa tempat dan tanpa arah…”
Guru : “Kalau Allah itu tanpa tempat dan tanpa
arah, lantas kenapa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mi’raj (naik) ke
langit untuk menghadap kepada Allah?”
Murid : “Jadi apa jawabannya?”
Guru : “Allah itu diatas langit (‘Arsy). Dari
Muawiyah bin Hakam As-Sulami -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “…Saya memiliki seorang
budak wanita yang bekerja sebagai pengembala kambing di gunung Uhud dan
Al-Jawwaniyyah (tempat dekat gunung Uhud). Suatu saat saya pernah memergoki
seekor serigala telah memakan seekor dombanya. Saya termasuk dari bani Adam,
saya juga marah sebagaimana mereka juga marah, sehingga saya menamparnya,
kemudian saya datang pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ternyata
beliau menganggap besar masalah itu. Saya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah
saya merdekakan budak itu?” Jawab beliau: “Bawalah budak itu padaku”. Lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Dimana Allah?” Jawab budak tersebut:
“Di atas langit”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi: “Siapa
saya?”. Jawab budak tersebut: “Engkau adalah Rasulullah”. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Merdekakanlah budak ini karena dia seorang wanita
mukminah”. (Imam Al-Baihaqi berkata: “Hadits ini shahih, dikeluarkan Muslim”).
Dan dalam Al Qur’an juga disebutkan, “Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah) bersemayam
di atas ‘arsy. (QS. Thaha: 5).”
Murid : “Berarti apa yang ana imani selama ini
salah donk?”
Guru : “Iya. Untuk perkara keempat antum telah
salah. Lihatlah…dalam pembahasan Iman kepada Allah saja antum masih memiliki
keyakinan yang keliru. Dari empat perkara, ketiganya antum telah salah dalam
mengimani. Bukankah awal tadi antum mengatakan bahwa antum mengimani semuanya??
Ini baru di pembahasan pertama, yaitu Iman kepada Allah, belum masuk ke
pembahasan berikutnya, yaitu pembahasan tentang:
- Iman kepada Malaikat, ada 4 unsur.
- Iman kepada Kitab-kitab, ada 4 unsur juga.
- Iman kepada para Rasul, ada 4 unsur juga.
- Iman kepada Hari Akhir, ada 3 unsur.
- dan Iman kepada Takdir baik dan buruk, ada 4 unsur.”
- Iman kepada Malaikat, ada 4 unsur.
- Iman kepada Kitab-kitab, ada 4 unsur juga.
- Iman kepada para Rasul, ada 4 unsur juga.
- Iman kepada Hari Akhir, ada 3 unsur.
- dan Iman kepada Takdir baik dan buruk, ada 4 unsur.”
Murid : “Wah koq jadi banyak begini
pembagiannya??…Tolong dijelaskan masing-masing ustadz, agar ana tidak
terjerumus kepada aqidah yang menyesatkan…”
Guru : “Untuk menjelaskan masing2 butuh waktu
yang tidak sedikit. Makanya mulai sekarang antum harus lebih giat dan banyak
lagi dalam menuntut ilmu. Insya Allah nanti akan ana jelaskan kepada antum
semuanya.”
Murid : “Syukran ustadz atas
ilmunya…Alhamdulillah…”
–SELESAI–
(Dialog ini hanya rekaan/imajinasi)
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid
Sumber:
https://www.facebook.com/negara.tauhid/posts/2265227407497
0 komentar:
Post a Comment