Wednesday, September 12, 2012
Sudahkah Engkau Mencukurnya Saudaraku...??
Wednesday, September 12, 2012
Unknown
No comments
Bismillah,
Di antara bukti kesempurnaan ajaran Islam adalah berbagai aturan yang Alloh tetapkan perihal bulu dan rambut yang tumbuh di badan kita.
Ditinjau dari hukum fiqh, rambut dan bulu yang melekat di badan manusia itu bisa dibagi menjadi tiga kategori.
Pertama, rambut yang diperintahkan untuk dipotong semisal rambut ketiak, bulu kemaluan dan kumis untuk laki-laki.
Sayyid Sabiq mengatakan, “Dianjurkan untuk mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memangkas kumis setiap pekan dalam rangka menyempurnakan kebersihan dan menggembirakan jiwa. Adanya beberapa rambut di badan itu menimbulkan kesempitan dan kesusahan hati. Namun ada kelonggaran untuk membiarkannya hingga empat puluh hari dan tidak ada alasan untuk membiarkannya lebih dari empat puluh hari” (Fiqh Sunnah 1/34, Dar al Fikr).
عَنْ أَنَسٍ قَالَ وَقَّتَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ فِى كُلِّ أَرْبَعِينَ يَوْماً مَرَّةً
Dari Anas, beliau berkata, “Rasulullah memberi waktu bagi kami untuk memotong kumis, memotong kuku, mencukur bulu kemaluan (minimal) sekali dalam kurun waktu empat puluh hari” (HR Ahmad no 12254, Syeikh Syu’aib al Arnauth mengatakan, “Hadits shahih namun sanad riwayat ini lemah karena Shadaqah bin Musa adalah perawi yang lemah”).
Ada yang bertanya kepada Lajnah Daimah sebagai berikut, ketika ayahku sudah berusia lanjut, beliau tidak lagi mampu mengurusi kebersihan badannya sendiri. Karenanya akulah yang memotong kumisnya dan mencukur bulu kemaluannya. Akan tetapi ini menyebabkan aku melihat aurat ayahku tanpa sengaja maka apakah aku dosa ataukah tidak karena aku mendengar bahwa barang siapa melihat aurat kedua orang tuanya maka wajib berpuasa dua bulan? Apakah ini benar?
Syeikh Ibnu Baz, Abdur Razaq Afifi dan Abdullah Ghadayan mengatakan, “Tidaklah masalah bagimu untuk mencukur bulu kemaluan ayahmu selama dia memang tidak mampu untuk menghilangkannya sendiri. Sedangkan hukuman berupa puasa dua bulan yang kau dengar tidaklah benar” (Fatawa Lajnah 5/127, cetakan Dar Balansiah).
Kedua, rambut yang diharamkan untuk dipotong semisal lihyah (jenggot) untuk laki-laki dan namsh (mencabut) bulu alis untuk laki-laki dan perempuan.
Termasuk lihyah yang tidak dihilangkan adalah rambut yang ada di pipi kanan dan pipi kiri. Syeikh Ibnu Baz dan Abdullah Ghadayan mengatakan, “Rambut yang ada pada dua pipi itu termasuk lihyah sehingga tidak boleh dihilangkan bain dengan cara digunting ataupun dengan dikerok habis mengingat sabda Nabi
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
“Selisihilah orang-orang musyrik. Lebatkan jenggot dan pangkaslah kumis” (HR Bukhari no 5553 dan Muslim no 625 dari Ibnu Umar).
Di antara ulama pakar bahasa Arab yang menegaskan bahwa rambut yang ada pada dua pipi itu termasuk lihyah adalah penulis kitab Lisan al Arab dan al Qomush al Muhith” (Fatawa Lajnah 5/144).
اللِّحْيَةُ بالكسر : شَعَرُ الخَدَّيْنِ والذَّقَنِ
Penulis al Qomush al Muhith (1/1714, Maktabah Syamilah) berkata, “Lihyah adalah rambut yang ada pada dua pipi dan dagu”.
Akan tetapi perempuan yang memiliki jenggot diperbolehkan untuk mencabut dan menghilangkannya. Dalam Fiqh Sunnah lin Nisa’ (hal 414, cetakan al Maktabah al Taufiqiyyah) termaktub, “Jika seorang perempuan memiliki kumis dan lihyah (jenggot) maka dia boleh menghilangkannya. Dalam kondisi yang tidak normal, ada perempuan yang memiliki kumis dan jenggot yang lebat maka pada kondisi ini dianjurkan untuk menghilangkannya. Hal ini bukan termasuk mengubah ciptaan Alloh namun dinilai sebagai bentuk mengembalikan kepada bentuk asal penciptaan Alloh”.
Ketiga, rambut yang tidak terdapat penjelasan khusus tentangnya semisal rambut di tangan dan di kaki.
Rambut yang tidak Alloh jelaskan hukumnya adalah sebuah kemudahan dari Alloh. Seandainya Alloh tidak menginginkan keberadaan rambut tersebut niscaya Alloh telah memerintahkan untuk menghilangkannya. Begitu pula, seandainya Alloh menginginkan keberadaannya tentu terdapat larangan dari Alloh untuk mencukurnya. Ketika tidak terdapat aturan khusus dalam hal ini maka ini menunjukkan bahwa rambut-rambut tersebut terserah keinginan orangnya, bisa dihilangkan dan bisa dipertahankan.
Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menghilangkan bulu atau rambut di tangan dan kaki.
Jawaban beliau, “Jika bulu-bulu tersebut terlalu lebat maka boleh dihilangkan karena bulu-bulu tersebut menyebabkan buruknya penampilan. Namun jika normal maka ada ulama yang berpendapat tidak boleh dihilangkan karena menghilangkannya termasuk merubah ciptaan Alloh. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa bulu-bulu tersebut boleh dihilangkan karena Alloh tidak menegaskan hukum khusus untuknya. Sedangkan Nabi bersabda,
وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ
“Dan semua yang Alloh diamkan maka itu adalah kemudahan dariNya” (HR Abu Daud no 3800 dari Ibnu Abbas).(Lihat Fatawa al Mar’ah al Muslimah yang dikumpulkan oleh Asyraf bin Abdul Maqshud 2/548, cetakan Maktabah Adh-wa al Salaf).
via : http://edho-sikumbang.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment